Sebelum pandemi, aku menganggap pertanyaan itu cuma sekedar basa-basi aja. Opening pembicaraan kalau ketemu orang. Tapi gataunya di masa pandemi gini, pertanyaan itu bukan basa-basi belaka. Melainkan beneran pengen tahu kondisi kamu kaya gimana.
Well, episode kali ini akan beda sama yang sebelum" nya. Di episode kali ini, aku bakalan ceritain pengalaman gimana rasanya kena covid-19 varian delta. Disclaimer juga, ini pengalaman yang sudah vaksin lengkap 2 dosis Sinovac dan pastinya pengalaman kena covid di tiap orang akan berbeda-beda yah. Check this out!
Di hari pertama ini, aku ngira sakit infeksi radang tenggorokan. Karena terakhir kali aku sakit infeksi radang tenggorokan ini di semester 2 dan gejalanya sama persis. Masih optimis, gaada pikiran kena covid.
Masuk hari kedua. Waktu bangun buat sholat shubuh dan ambil wudhu, gila rasanya dingin banget sampe kayak nusuk di tulang(?). Badanku menggigil hebat. Rasanya tulang kayak mau lepas. Aduh terserah mau bilang ini hiperbola atau lebay. Tapi beneran. Asli, sedingin itu. Demam ga kunjung reda, udah mulai batuk berdahak, tenggorokan rasanya gatel dan sakit kalo batuk, nafsu makan hilang, badan lemes banget. Aku paksain buat makan roti dan minum parasetamol lagi. Pake bye-bye fever baru dan lanjut tidur karena bener-bener lemes banget. Waktu tidur, kata seseorang yang kebetulan lagi sama aku bilang kalau aku ngigau, "Mama, Papa, aku gakuatt". Dia bangunin dan cerita ke aku. Jujur aku merinding waktu dengerin dia cerita. Jadi takut sendiri kalau aku gabisa survive sembuh. Pikiran udah macem-macem mau drop, mati, dan sebagainya. Hari kedua masih denial, "nggak , aku nggak kena covid kok."
Hari ketiga-keempat. Demam naik turun. Ga check pake termometer sih, tapi aku ngerasa aja. Masih minum parasetamol dan pasang bye-bye fever. Sempet mau jatuh pas jalan karena saking lemesnya. Gejala masih sama kaya hari kedua, tapi ketambahan pilek, kepala mulai berat, rasanya kaya kena flu 3x lebih berat gitu like what aku gabisa describe persisnya, badan mulai linu-linu. Hari ketiga ini udah ragu, jangan-jangan kena covid.
Hari kelima. Demam udah turun, pilek udah hilang, tapi masih batuk. Udah mulai merasa agak enakan tapi badan rasanya masih lemah banget. Udah ga minum parasetamol karena abis wkwks haduh parah. Tapi ga lama ada yang ngirimin obat, 5 kotak susu, 1 kaleng susu, 2 cengkeh pisang, sama vitamin lengkap banget. Malamnya waktu aku merasa masuk angin dan aku kasih minyak kayu putih di perutku, merasa ada yang janggal. Yup, indera penciumanku hilang. Aku anosmia. Aku gabisa bau minyak kayu putih. Aku semprot parfum juga ga bau, handsanitizer, antiseptic, sampe hand body. Semuaya nihil. Hari kelima, aku susah tidur. Rasanya sesek banget, nafas jadi pendek dan engap padahal aku gapunya riwayat penyakit pernafasan kayak asma, dll. Panik karena gapuya oximeter untuk mantau saturasi oksigenku. Tapi aku ingat teknik proning dan aku lakuin itu. Proning adalah teknik yang membantu paru-paru untuk mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh. Yup, teknik proning ini cukup membantu pernafasanku. Di titik ini aku merasa positif covid. Telat? Banget.
Hari keenam. Demam kadang-kadang. Mulai sunbathing dan terapi uap air panas dikasih minyak kayu putih sehari 4-5 x untuk ngelatih indera penciuman lagi. Indera perasa masih aman. Sudah merasa lebih kuat dari hari-hari sebelumnya yang buat sholat aja rasanya udah ter engah-engah. Reservasi untuk swab besok di salah satu Rumah Sakit. Malamnya pas mau tidur, masih sesek tapi ga seberat kemarin.
Hari ketujuh. Udah nggak demam. Sunbathing, mandi, makan (nafsu makan udah kembali), lanjut gas RS. Sampe sana langsung daftar, bayar, swab test dan nunggu hasilnya selama kurang lebih satu setengah jam. Aku pilih swab antigen karena PCR mahal banget huhu 900.000 :( . Kalau antigen sekitar 170.000 an. By the way, rasanya di swab itu gaenak. Hidung kayak di sogrok(?) udah gitu after taste nya masih kerasa sampe 10 hari kedepan huhuuu. Pokoknya sakit gaada yang enak dehh, semoga kalian ga sampe ngerasain jugaa. Waktu hasil tes lab keluar, petugasnya manggil dan tanya ke aku, "Suratnya mau dibuat apa?" "Apa?" Aku spontan aja nanya balik karena ga expect bakal ditanya gitu dan jawab "Medical check up biasa". "Kalau ada keluhan, segera hubungi dokter" Balasnya sambil menyerahkan surat. "Iya, terimakasih" ucapku sembari mengambil surat dan berjalan pergi. Wah positif nih, batinku. Dan bener aja waktu aku buka hasilnya positif.
Beberapa orang yang habis kontak erat denganku akhir-akhir itu langsung ku hubungi. Meminta mereka segera isolasi mandiri dan swab untuk mengetahui mereka ikut kena atau nggak sambil menyertakan foto hasil lab ku. Aku juga menghubungi beberapa teman dekatku. Sedih? Pasti. Saking sedihnya tuh kaya mau nangis aja udah gabisa. Mikir gimana caranya aku harus bisa survive lawan virus ini. Mulai hari ketujuh ini, aku rutin konsultasi telemedicine dengan dokter untuk mengetahui perkembangan kesehatanku.
Hari kedelapan. Gejala tinggal anosmia, batuk, pusing, dan tenggorokan masih sedikit sakit. Minum vitamin mulai dari vitamin C, B Kompleks, Zink, Kalsium, sampai vitamin E. Masih rutin sunbathing dan terapi uap air panas + minyak kayu putih sehari 4-5 x.
Hari kesembilan. Samar-samar indera penciuman kembali, pusing hilang, dan masih batuk. Malamnya, anosmia ku hilang. Hidungku sudah berfungsi seutuhnya.
Hari kesepuluh. Semua keluhan dan gejala hilang. Beneran tiba-tiba kaya orang yang udah bener-bener sehat. Sepertinya semua sudah kembali normal. Cuma sesekali masih lemas.
Aku baca di artikel kesehatan dan beberapa tweet dokter kalau hari ke-11 sudah bisa mengakhiri isolasi karena sudah tidak menular. Tapi karena belum swab lagi untuk memastikan hasil negatif nya, aku masih mengisolasi diri sampai beberapa hari kedepan hingga tiba jadwal swab lagi.
Aku memutuskan untuk swab di hari kesepuluh sejak positif atau di hari ke enam belas sejak gejala pertama muncul. Dan alhamdulillah hasilnya negatif.
Ini ceritaku yang gak ada komorbid. Aku bener-bener ga bisa membayangkan untuk orang-orang yang komorbid, apalagi asma dan kena covid. Duh, please jangan sampe kena. Perjuangannya pasti berat dan butuh bantuan tabung oksigen. Sedangkan tabung oksigen sekarang langka, dimana-mana habis. Kalaupun ada, harganya relatif mahal.
Jaga kesehatan, guys! Tetap taati protokol kesehatan, double masker kalau bisa, dan rajin berjemur. Segera vaksin juga kalau ada kesempatan. Selalu cari update informasi penyelenggaraan vaksin bagi yang belum. Memang vaksin ga membantu kita kebal, tapi seenggaknya kalau kita kena covid (duh, beneran jangan sampe) gejala dan penyakitnya gak begitu parah dibandingkan yang belum vaksin. Nih guys coba lihat!
Terakhir, pesanku, don't forget to check up on your friends who always seem strong and happy because what people show on the surface isn't always what it seems :)
Segitu aja cerita perjalanan kali ini. Sampai jumpa di perjalanan selanjutnya! See ya! Stay safe!
Komentar
Posting Komentar